Cari Blog Ini

Rabu, 10 Juli 2019

Laut China Selatan menyimpan sumber daya yang menggiurkan

Laut China Selatan, perairan yang mencakup banyak negara di Asia Tenggara. Dengan kekayaan yang terkandung di
sekitar dan juga jauh di dalam kawasan tersebut – Laut China Selatan menyimpan perikanan yang menggiurkan; cadangan minyak dan gas yang diperkirakan oleh pejabat AS setidaknya setara dengan cadangan minyak di Meksiko, dan mungkin merupakan cadangan minyak kedua terbesar setelah Arab Saudi – laut ini salah satu laut yang paling penting secara strategis dan paling diperebutkan di abad ke-21.
Bagian utara laut ini mencapai pesisir China, yang mengklaim haknya atas perairan ini secara historis sejak beberapa abad yang lalu. Kini, Beijing mengklaim lebih dari 95 persen Laut China Selatan dan mengandalkan kawasan tersebut sebagai pemasok 85 persen impor minyak mentah China. China juga mengklaim pulau-pulau kecil di Laut China Selatan dan telah membangun sekitar 1.300 hektar lahan untuk menopang sebagian besar infrastruktur militer, termasuk landasan pacu yang cukup panjang untuk bisa menampung pesawat pengebom.Selama berabad-abad Laut China Selatan memegang peranan penting bagi keberlangsungan ekonomi negara-negara tetangga, yaitu Vietnam, Malaysia, Brunei, Filipina.
Negara-negara yang tidak mengklaim kawasan tersebut juga mempunyai kepentingan sendiri. Kawasan perikanan Laut Natuna yang berbatasan dengan Laut China Selatan juga menyimpan cadangan gas alam penting bagi Indonesia.
Lebih jauh lagi, Korea Selatan dan Jepang, walaupun tidak mengklaim kepemilikan atas Laut China Selatan, mengandalkan kawasan bebas tersebut untuk memenuhi lebih dari separuh kebutuhan energi mereka.AS, yang melindungi kepentingannya dan kepentingan sekutu-sekutunya, mempertahankan kehadiran militernya di kawasan tersebut. Pejabat Angkatan Laut AS berencana meningkatkan jumlah armada Pasifik yang bertugas di luar negeri hingga sekitar 30 persen pada tahun 2021.Sementara ekonomi Asia terus tumbuh dengan mencengangkan dalam dua dekade terakhir, stabilitas regional dan akses ke Laut China Selatan menjadi kepentingan global.
Bentrokan antara patroli angkatan laut China dan armada penangkapan ikan negara-negara tetangga berisiko menimbulkan konflik internasional, mempertanyakan komitmen Washington terkait keamanan di kawasan tersebut.
Banyak negara-negara Barat yang mendesak Beijing untuk mematuhi Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), yang mengatur zona kontrol maritim berdasarkan garis pantai. Tapi China memandang peraturan pengelolaan maritim yang didukung oleh PBB bertentangan dengan hukum dalam negeri; bahkan China menganggap peraturan tersebut sebagai alat hegemoni barat yang dirancang untuk memperlemah pengaruh China sebagai kekuatan dunia yang semakin luas.
Amerika Serikat, yang telah menandatangani UNCLOS tanpa meratifikasinya, seringkali bergantung pada kesepakatan internasional untuk menyelesaikan sengketa teritorial.
Pada bulan Juli, sebuah panel yang terdiri dari lima hakim di Den Haag dengan suara bulat menolak landasan hukum hampir seluruh klaim maritim China. Beberapa minggu kemudian, Mahkamah Agung Rakyat China mengeluarkan peraturan yang memaparkan landasan hukum yang jelas bagi China untuk menjaga perairan ketertiban maritim, di mana Beijing bersumpah akan mengadili semua pihak asing yang ditemukan menangkap ikan atau mencari ikan di perairan yang disengketakan.
Cara lain untuk menyelesaikan sengketa teritorial yang kompleks ini juga tampaknya tidak berhasil. Kode etik yang dirancang oleh ASEAN dan telah lama tertunda, menurut pejabat Beijing akan diselesaikan pada tahun 2017, tidak akan mempunyai dampak berarti dalam menyelesaikan konflik klaim kedaulatan. Seperti putusan pengadilan Den Haag, deklarasi ASEAN yang mengikat secara hukum tidak akan memiliki mekanisme penegakan hukumnya.
AS sejak lama mengatakan tidak akan memihak dalam sengketa Laut China Selatan, walaupun terus mengkritik perilaku China di kawasan tersebut dan telah memperluas aliansi pertahanan dengan negara-negara yang juga mengklaim kawasan tersebut.
Sebagai presiden baru AS, Donald Trump, kemungkinan besar akan dituntut untuk segera mengatasi krisis perairan ini. Ketika Presiden George W. Bush baru menjabat, ia menghadapi sengketa internasional yang dipicu oleh tabrakan di udara antara pesawat mata-mata AS dan jet tempur China dekat Pulau Hainan.
Kurang dari tujuh minggu setelah Presiden Barack Obama dilantik, kapal-kapal dan pesawat-pesawat China berkonfrontasi dengan USNS Impeccable, sebuah kapal pengintai di perairan selatan Hainan, dan China memerintahkan USNS Impeccable meninggalkan kawasan tersebut. AS menyatakan berhak berada di kawasan tersebut dan bahwa kapalnya diganggu; sementara Beijing membela tindakannya. Obama menjawab tindakan Beijing dengan mengirimkan kapal perusak berpeluru kendali untuk melindungi Impeccable.
Insiden-insiden serupa kemungkinan besar terus terjadi akibat sengketa di kawasan tersebut. Sebelum masalah kedaulatan maritim diatasi, perairan itu akan terus menghadapi sengketa geopolitik terkait perdagangan internsional yang berdampak pada ekonomi dunia. Kami terus melaporkan isu Laut China Selatan di sini.
Beberapa waktu belakangan China semakin serius menegaskan klaim teritorialnya di Laut China Selatan. Dalam waktu berdekatan, pemerintah ”Negeri Tirai Bambu” itu mengambil dua langkah strategis yang diyakini bertujuan memperkuat kehadiran dan pengaruhnya di sana. WISNU DEWABRATA Langkah pertama, meningkatkan status administrasi perwakilan pemerintahan mereka di sebuah pulau kecil, Pulau Woody (China menyebutnya Pulau Yongxing). Pulau seluas sekitar 13 kilometer persegi itu berada di Kepulauan Paracel, yang dipersengketakan oleh China, Taiwan, dan Vietnam. Di pulau itu tadinya hanya ada pemerintahan setingkat kabupaten. Beijing lalu meningkatkan statusnya menjadi sebuah kota administratif (prefektur) bernama Sansha. Selain peningkatan status, Sansha juga dibebani kewenangan dan tanggung jawab lebih besar dalam mewakili keberadaan dan kepentingan Beijing di Laut China Selatan. Hal itu termasuk mengelola dan mengatur seluruh kawasan Laut China Selatan, yang hampir seluruhnya diklaim sebagai bagian dari wilayah kedaulatan China. Selain didominasi laut, kawasan seluas 2 juta kilometer persegi, yang diklaim China, itu juga terdiri dari sejumlah kepulauan, gugusan karang, dan beting. Ada dua kepulauan utama di Laut China Selatan, yaitu Kepulauan Paracel (oleh China disebut Xisha) dan Kepulauan Spratly (Nansha). Keduanya dipersengketakan terutama dengan Taiwan serta empat negara anggota ASEAN, yakni Malaysia, Brunei, Filipina, dan Vietnam. Jika di Kepulauan Paracel hanya tiga negara yang berebut klaim, di Kepulauan Spratly, enam negara itu mengklaimnya, baik secara keseluruhan maupun sebagian. Klaim China didasari keyakinan kalau Laut China Selatan sudah menjadi tempat warganya mencari ikan sejak zaman dulu, bahkan sejak zaman Dinasti Han (202 SM-220 M). Markas garnisun Selain meningkatkan status Sansha, Beijing juga membangun markas komando garnisun dan menempatkan personel militernya di Pulau Yongxing tersebut. Kebijakan itu disebut-sebut langsung diputuskan oleh Komisi Militer Pusat China, yang juga mewakili suara angkatan bersenjata China, Tentara Pembebasan Rakyat (PLA). Dari segi kekuatan pertahanan, keberadaan garnisun baru China itu memang tak terlalu signifikan. Dalam arti, kekuatan garnisun itu tak akan menjadi ancaman militer terhadap negara-negara pengklaim lainnya, terutama Vietnam, yang paling dekat dengan Yongxing. Namun, kehadiran markas garnisun tadi tetap bisa diartikan sebagai upaya China memperkuat klaim dan keberadaannya di wilayah itu. Selain itu, muncul pula analisis lain yang menyebut munculnya kebijakan tadi menunjukkan terjadinya penguatan pengaruh militer dalam proses pengambilan keputusan dalam pemerintah China, terutama dalam isu Laut China Selatan. Boleh jadi kondisi itu dipicu semakin kerasnya ”perlawanan” yang ditunjukkan negara pengklaim, seperti Filipina dan Vietnam, atas klaim ”Sembilan Garis Putus-putus” China. Hal itu tampak dalam beberapa kali insiden, terakhir dengan Filipina di kawasan Beting Scarborough, yang juga bagian dari Laut China Selatan. Kerumitan masalah di Laut China Selatan juga semakin bertambah ketika Amerika Serikat secara terang-terangan melibatkan diri dalam persoalan itu. Walau menegaskan tidak punya klaim di wilayah itu, AS berargumen pihaknya hanya ingin memastikan kalau di perairan itu tetap ada jaminan kebebasan bernavigasi. Meski demikian, AS dalam banyak kesempatan juga memberi dukungan terang-terangan kepada Vietnam dan Filipina. Kepada mereka, AS menyatakan komitmennya untuk memperkuat dan meningkatkan kemampuan militer kedua negara, terutama kekuatan angkatan laut mereka. Perairan strategis Laut China Selatan memang terlalu berharga sehingga layak untuk dipertahankan dan bahkan diperebutkan dengan segenap kekuatan dan kemampuan. Mengutip situs Beijing Review, data Kementerian Daratan dan Sumber Daya China menyebutkan, di wilayah itu terdapat kandungan cadangan minyak dan gas bumi yang sangat besar. Diprediksi, dasar Laut China Selatan menyimpan cadangan 55 miliar ton minyak bumi dan 20 triliun meter kubik gas bumi. Sementara itu, pihak Departemen Kelautan dan Perikanan Provinsi Hainan menyebut, potensi tangkapan ikan berkelanjutan di sana bisa mencapai maksimal 2 juta ton. Selain kandungan kekayaan alam tadi, Laut China Selatan juga lama dikenal sebagai salah satu jalur perdagangan laut paling strategis di dunia. Laut itu menghubungkan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, yang berarti juga menghubungkan jalur transportasi dan perdagangan antarkawasan, dari Eropa, Timur Tengah, dengan Asia Timur. Konflik bersenjata Direktur Program Asia Lembaga Pemikir Internasional di International Crisis Groups (ICG) Paul Quinn-Judge, pekan lalu, menyampaikan kekhawatirannya terkait kemungkinan perkembangan eskalasi ketegangan di perairan itu. Dia menyebut, kemungkinan ketegangan memuncak menjadi konflik bersenjata sangat besar. Apalagi, jika negara-negara ASEAN gagal menyelesaikan rencana menyusun kode tata berperilaku (code of conduct/COC) di Laut China Selatan, yang nantinya akan dibahas dan disepakati bersama China. Kekhawatiran itu masuk akal mengingat dalam pertemuan tahunan antarmenteri luar negeri ASEAN (AMM) di Kamboja beberapa waktu lalu sempat terjadi kebuntuan di antara negara-negara anggota organisasi itu. ASEAN bahkan sempat terkesan terpecah setelah kebuntuan yang terjadi dan berujung pada gagalnya penyusunan komunike bersama para menteri luar negeri itu. Kejadian ini disebut-sebut terjadi untuk pertama kalinya dalam sejarah ASEAN. Kegagalan terutama terjadi ketika tuan rumah Kamboja menolak memasukkan insiden Beting Scarborough antara Filipina dan China yang terjadi tak berselang lama sebelum digelarnya AMM ke-45 itu dalam komunike bersama. Filipina menuduh penolakan Kamboja dilatari pengaruh dari sekutu dekatnya, China. Setelah kejadian itu, Indonesia berinisiatif melakukan sejumlah pendekatan untuk mengingatkan kembali enam komitmen kunci ASEAN terkait isu Laut China Selatan yang salah satunya berisi komitmen menuntaskan penyusunan COC. ”Tanpa ada konsensus soal mekanisme resolusi, ketegangan di Laut China Selatan dapat dengan mudah berkembang menjadi konflik bersenjata,” ujar Paul mewanti-wanti. Sejarah mencatat, konflik bersenjata di Laut China Selatan memang pernah terjadi.

Jumat, 19 April 2019

TOKOH INSFIRASI MUDA

Mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi lakukan syiar Islam di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Kamis (24/1/2019). Pria yang akrab disapa TGB itu, diundang untuk memberikan Tausiyah di Tajug Gede Cilodong, Jalan Raya Bungursari. Menurut TGB, Indonesia merupakan negara yang paling memberikan keleluasaan dalam syiar ajaran Islam. Kondisi tersebut patut disyukuri di tengah maraknya isu pembatasan ruang gerak syiar Islam di Tanah Air. "Jika dikomparasi dengan berbagai negara di dunia, Indonesia merupakan satu-satunya negara yang memberikan kebebasan dalam berislam," ujar TGB di Purwakarta. Namun, sambung dia, terkadang karena sejak dulu masyarakat sudah lahir dalam suasana keislaman yang sangat kental, dalam pikirannya di seluruh dunia juga seperti itu. Padahal, menurutnya, di negara lain tidak seperti di Indonesia. "Saya yakin, secara objektif hasil dari komparasi itu adalah kesimpulan bahwa berislam di negara ini sangat lapang dan luas. Tengok saja syiar Islam lewat pengajian-pengajian. Di mana-mana syiar Islam dikumandangkan lewat pengeras suara dan hal itu tidak ditemukan di negara lain," kata dia mencontohkan. 
Bahkan, lulusan Universitas Al Azhar, Kairo itu menambahkan, tidak hanya sebatas memberikan keleluasaan dalam berekspresi kepada umat Islam, pemerintah juga memberikan fasilitas, seperti penyediaan perangkat undang-undang yang memfasilitasi syiar Islam hingga tingkat daerah. "Indonesia memang bukan negara agama, tetapi nilai-nilai agama itu tidak pernah lepas dari praktik pemerintahan di Indonesia. Jadi kita harus bersyukur, sebagai umat di Indonesia punya keleluasaan dalam berislam. Termasuk juga umat-umat yang lain," jelas dia. Lebih jauh TGB mengatakan, Islam hadir membawa kedamaian dan kemaslahatan bagi umatnya. Oleh karenanya, nilai-nilai dan semangat Islam harus terus dijaga untuk memperkokoh tali persaudaraan di antara sesama anak bangsa. "Tidak usah kita mempertentangkan paling islami, paling pejuang islam. Mari kita rawat nilai-nilai kebaikan yang sesuai dengan fitrah manusia. Kita cinta Indonesia, namun bukan berarti meletakan nasionalisme seperti agama karena menyianyiakan Indonesia merupakan bagian dari kufur nikmat," ucapnya. Di tempat yang sama, Ketua Dewan Kemakmuran Mesjid (DKM) Tajug Gede Cilodong Dedi Mulyadi menilai, masalah yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, yakni agama kerap kali dibawa ke wilayah yang lebih privat dalam berpolitik. Dedi yang juga Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi-Ma'ruf Jawa Barat itu menganggap, saat ini, nilai-nilai keagamaan seolah tersekat oleh ikatan politik, terlebih menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) seperti saat ini. 

  1. "Seperti ada anggapan ulama pendukung nomor urut satu (Jokowi-Ma'ruf), ulama pendukung nomor urut dua (Prabowo Subianto-Sandiaga Uno)," sebut Dedi mencontohkan. Sehingga, lanjut Dedi, sehebat apapun ilmu agama ulama yang dicap pendukung capres-cawapres nomor urut 01, tak akan digubris oleh masyarakat pendukung capres-cawapres nomor urut 02, begitupun sebaliknya. "Nomor dua juga sama, sehebat apapun ulama nomor dua, kubu nomor satu enggak mau dengar," imbuhnya. Dedi menegaskan, kondisi tersebut mutlak harus segera dibenahi. Sebab, apapun alasannya, pilihan politik tidak boleh dibawa ke ranah keyakinan yang bersifat filosofi maupun ideologi. "Jadi pilihan politik itu tidak ada kaitannya dengan keimanan,"  

Rabu, 19 Februari 2014

SEJARAH ISLAM DI TANAH JAWA

KETIKA WALI SONGO TERPECAH, KETIKA Pinda Pitre Yajna MENJADI TAHLILAN, KETIKA KH AHMAD DAHLAN MENDIRIKAN MUHAMADIAH

  • Para ulama yang sembilan dalam menyiarkan dan mengembangkan Islam di tanah Jawa yang mayoritas penduduknya beragama Hindu dan Budha mendapat kesulitan dalam membuang adat istiadat upacara keagamaan lama bagi mereka yang telah masuk Islam.
    Para ulama yang sembilan (Wali Songo) dalam menanggulangi masalah adat istiadat lama bagi mereka yang telah masuk Islam terbagi menjadi dua aliran yaitu ALIRAN GIRI dan ALIRAN TUBAN.
    ALIRAN GIRI adalah suatu aliran yang dipimpin oleh Raden Paku (Sunan Giri) dengan para pendukung Raden Rahmat (Sunan Ampel), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan lain-lain.
    Aliran ini dalam masalah ibadah sama sekali tidak mengenal kompromi dengan ajaran Budha, Hindu, keyakinan animisme dan dinamisme. Orang yang dengan suka rela masuk Islam lewat aliran ini, harus mau membuang jauh-jauh segala adat istiadat lama yang bertentangan dengan syari'at Islam tanpa reserve. Karena murninya aliran dalam menyiarkan dan mengembangkan Islam, maka aliran ini disebut ISLAM PUTIH.
    Adapun ALIRAN TUBAN adalah suatu aliran yang dipimpin oleh R.M. Syahid (Sunan Kalijaga) yang didukung oleh Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Kudus, dan Sunan Gunung Djati.
    Aliran ini sangat moderat, mereka membiarkan dahulu terhadap pengikutnya yang mengerjakan adat istiadat upacara keagamaan lama yang sudah mendarah daging sulit dibuang, yang penting mereka mau memeluk Islam. Agar mereka jangan terlalu jauh menyimpang dari syari'at Islam. Maka para wali aliran Tuban berusaha agar adat istiadat Budha, Hindu, animisme dan dinamisme diwarnai keislaman. Karena moderatnya aliran ini maka pengikutnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan pengikut aliran Giri yang "radikal". aliran ini sangat disorot oleh aliran Giri karena dituduh mencampur adukan syari'at Islam dengan agama lain. Maka aliran ini dicap sebagai aliran Islam abangan.
    Dengan ajarah agama Hindu yang terdapat dalam Kitab Brahmana. Sebuah kitab yang isinya mengatur tata cara pelaksanaan kurban, sajian-sajian untuk menyembah dewa-dewa dan upacara menghormati roh-roh untuk menghormati orang yang telah mati (nenek moyang) ada aturan yang disebut Yajna Besar dan Yajna Kecil.

    Yajna Besar dibagi menjadi dua bagian yaitu Hafiryayajna dan Somayjna. Somayjna adalah upacara khusus untuk orang-orang tertentu. Adapun Hafiryayajna untuk semua orang.
    Somayajna adalah upacara khusus untuk orang-orang tertentu. Adapun Hafiryayajna untuk semua orang.
    Hafiryayajna terbagi menjadi empat bagian yaitu : Aghnidheya, Pinda Pitre Yajna, Catur masya, dan Aghrain. Dari empat macam tersebut ada satu yang sangat berat dibuang sampai sekarang bagi orang yang sudah masuk Islam adalah upacara Pinda Pitre Yajna yaitu suatu upacara menghormati roh-roh orang yang sudah mati.
    Dalam upacara Pinda Pitre Yajna, ada suatu keyakinan bahwa manusia setelah mati, sebelum memasuki karman, yakni menjelma lahir kembali kedunia ada yang menjadi dewa, manusia, binatang dan bahkan menjelma menjadi batu, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain sesuai dengan amal perbuatannya selama hidup, dari 1-7 hari roh tersebut masih berada dilingkungan rumah keluarganya. Pada hari ke 40, 100, 1000 dari kematiannya, roh tersebut datang lagi ke rumah keluarganya. Maka dari itu, pada hari-hari tersebut harus diadakan upacara saji-sajian dan bacaan mantera-mantera serta nyanyian suci untuk memohon kepada dewa-dewa agar rohnya si fulan menjalani karma menjadi manusia yang baik, jangan menjadi yang lainnya.
    Pelaksanaan upacara tersebut diawali dengan aghnideya, yaitu menyalakan api suci (membakar kemenyan) untuk kontak dengan para dewa dan roh si fulan yang dituju. Selanjutnya diteruskan dengan menghidangkan saji-sajian berupa makanan, minuman dan lain-lain untuk dipersembahkan ke para dewa, kemudian dilanjutkan dengan bacaan mantra-mantra dan nyanyian-nyanyian suci oleh para pendeta agar permohonannya dikabulkan.*1
    Musyawarah Para Wali*2
    Pada masa para wali dibawah pimpinan Sunan Ampel, pernah diadakan musyawarah antara para wali untuk memecahkan adat istiadat lama bagi orang yang telah masuk Islam. Dalam musyawarah tersebut Sunan Kali Jaga selaku Ketua aliran Tuban mengusulkan kepada majlis musyawarah agar adat istiadat lama yang sulit dibuang, termasuk didalamnya upacara Pinda Pitre Yajna dimasuki unsur keislaman.
    Usulan tersebut menjadi masalah yang serius pada waktu itu sebab para ulama (wali) tahu benar bahwa upacara kematian adat lama dan lain-lainnya sangat menyimpang dengan ajaran Islam yang sebenarnya.
    Mendengar usulan Sunan Kali Jaga yang penuh diplomatis itu, Sunan Ampel selaku penghulu para wali pada waktu itu dan sekaligus menjadi ketua sidang/musyawarah mengajukan pertanyaan sebagai berikut :

    "Apakah tidak dikhawatirkan dikemudian hari?, bahwa adat istiadat lama itu nanti akan dianggap sebagai ajaran Islam, sehingga kalau demikian nanti apakah hal ini tidak akan menjadikan bid'ah"?.
    Pertanyaan Sunan Ampel tersebut kemudian dijawab oleh Sunan Kudus sebagai berikut :
    "Saya sangat setuju dengan pendapat Sunan Kali Jaga"
    Sekalipun Sunan Ampel, Sunan Giri, dan Sunan Drajat sangat tidak menyetujui, akan tetapi mayoritas anggota musyawarah menyetujui usulan Sunan Kali Jaga, maka hal tersebut berjalan sesuai dengan keinginannya. Mulai saat itulah secara resmi berdasarkan hasil musyawarah, upacara dalam agama Hindu yang bernama Pinda Pitre Yajna dilestarikan oleh orang-orang Islam aliran Tuban yang kemudian dikenal dengan nama nelung dino, mitung dina, matang puluh, nyatus, dan nyewu.
    Dari akibat lunaknya aliran Tuban, maka bukan saja upacara seperti itu yang berkembang subur, akan tetapi keyakinan animisme dan dinamisme serta upacara-upacara adat lain ikut berkembang subur. Maka dari itu tidaklah heran muridnya Sunan Kali Jaga sendiri yang bernama Syekh Siti Jenar merasa mendapat peluang yang sangat leluasa untuk mensinkritismekan ajaran Hindu dalam Islam. Dari hasil olahannya, maka lahir suatu ajaran klenik/aliran kepercayaan yang berbau Islam. Dan tumbuhlah apa yang disebut "Manunggaling Kaula Gusti" yang artinya Tuhan menyatu dengan tubuhku. Maka tatacara untuk mendekatkan diri kepada Allah lewat shalat, puasa, zakat, haji dan lain sebagainya tidak usah dilakukan.
    Sekalipun Syekh Siti Jenar berhasil dibunuh, akan tetapi murid-muridnya yang cukup banyak sudah menyebar dimana-mana. Dari itu maka kepercayaan seperti itu hidup subur sampai sekarang.
    Keadaan umat Islam setelah para wali meninggal dunia semakin jauh dari ajaran Islam yang sebenarnya. para Ulama aliran Giri yang terus mempengaruhi para raja Islam pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk menegakkan syari'at Islam yang murni mendapat kecaman dan ancaman dari para raja Islam pada waktu itu, karena raja-raja Islam mayoritas menganut aliran Tuban. Sehingga pusat pemerintahan kerajaan di Demak berusaha dipindahkan ke Pajang agar terlepas dari pengaruh para ulama aliran Giri.
    Pada masa kerajaan Islam di Jawa, dibawah pimpinan raja Amangkurat I, para ulama yang berusaha mempengaruhi keraton dan masyarakat, mereka ditangkapi dan dibunuh/dibrondong di lapangan Surakarta sebanyak 7.000 orang ulama. Melihat tindakan yang sewenang-wenang terhadap ulama aliran Giri itu, maka Trunojoyo, Santri Giri berusaha menyusun kekuatan untuk menyerang Amangkurat I yang keparat itu.
    Pada masa kerajaan dipegang oleh Amangkurat II sebagai pengganti ayahnya, ia membela, dendam terhadap Truno Joyo yang menyerang pemerintahan ayahnya. Ia bekerja sama dengan VOC menyerang Giri Kedaton dan semua upala serta santri aliran Giri dibunuh habis-habisan, bahkan semua keturunan Sunan Giri dihabisi pula. Dengan demikian lenyaplah sudah ulama-ulama penegak Islam yang konsekwen. Ulama-ulama yang boleh hidup dimasa itu adalah ulama-ulama yang lunak (moderat) yang mau menyesuaikan diri dengan keadaan masyarakat yang ada. maka bertambah suburlah adat-istiadat lama yang melekat pada orang-orang Islam, terutama upacara adat Pinde Pitre Yajna dalam upacara kematian.
    Keadaan yang demikian terus berjalan berabad-abad tanpa ada seorang ulamapun yang muncul untuk mengikis habis adat-istiadat lama yang melekat pada Islam terutama Pinda Pitre Yajna. Baru pada tahun 1912 M, muncul seorang ulama di Yogyakarta bernama K.H. Ahmad Dahlan yang berusaha sekuat kemampuannya untuk mengembalikan Islam dari sumbernya yaitu Al Qur'an dan As Sunnah, karena beliau telah memandang bahwa Islam dalam masyrakat Indonesia telah banyak dicampuri berbagai ajaran yang tidak berasal dari Al Qur'an dan Al Hadits, dimana-mana merajalela perbuatan khurafat dan bid'ah sehingga umat Islam hidup dalam keadaan konservatif dan tradisional.
    Munculnya K.H. Ahmad Dahlan bukan saja berusaha mengikis habis segala adat istiadat Budha, Hindu, animisme, dinamisme yang melekat pada Islam, akan tetapi juga menyebarkan fikiran-fikiran pembaharuan dalam Islam, agar umat Islam menjadi umat yang maju seperti umat-umat lain. Akan tetapi aneh bin ajaib, kemunculan beliau tersebut disambut negatif oleh sebagian ulama itu sendiri, yang ternyata ulama-ulama tersebut adalah ulama-ulama yang tidak setuju untuk membuang beberapa adat istiadat Budha dan Hindu yang telah diwarnai keislaman yang telah dilestarikan oleh ulama-ulama aliran Tuban dahulu, yang antara lain upacara Pinda Pitre Yajna yang diisi nafas Islam, yang terkenal dengan nama upacara nelung dina, mitung dina, matang dina, nyatus, dan nyewu.
    Pada tahun 1926 para ulama Indonesia bangkit dengan didirikannya organisasi yang diberi nama "Nahdhatul Ulama" yang disingkat NU. Pada muktamarnya di Makasar NU mengeluarkan suatu keputusan yang antara lain :
    "Setiap acara yang bersifat keagamaan harus diawali dengan bacaan tahlil yang sistimatikanya seperti yang kita kenal sekarang di masyarakat".
    Keputusan ini nampaknya benar-benar dilaksanakan oleh orang NU. Sehingga semua acara yang bersifat keagamaan diawali dengan bacaan tahlil, termasuk acara kematian. Mulai saat itulah secara lambat laun upacara Pinda Pitre Yajna yang diwarnai keislaman berubah nama menjadi tahlilan sampai sekarang.
    Sesuai dengan sejarah lahirnya tahlilan dalam upacara kematian, maka istilah tahlilan dalam upacara kematian hanya dikenal di Jawa saja. Di pulau-pulau lain seluruh Indonesia tidak ada acara ini. Seandainya ada pun hanya sebagai rembesan dari pulau Jawa saja. Apalagi di negara-negara lain seperti Arab, Mesir, dan negara-negara lainnnya diseluruh dunia sama sekali tidak mengenal upacara tahlilan dalam kematian ini.
    Dengan sudah mengetahui sejarah lahirnya tahlilan dalam upacara kematian yang terurai diatas, maka kita tidak akan lagi mengatakan bahwa upacara kematian adalah ajaran Islam, bahkan kita akan bisa mengatakan bahwa orang yang tidak mau membuang upacara tersebut berarti melestarikan salah satu ajaran agama Hindu. Orang-orang Hindu sama sekali tidak mau melestarikan ajaran Islam, bahkan tidak mau kepercikan ajaran Islam sedikitpun. Tetapi kenapa kita orang Islam justru melestarikan keyakinan dan ajaran mereka.
    Tak cukupkah bagi kita Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yg sudah jelas terang benderang saja yang kita kerjakan. Kenapa harus ditambah-tambahin/mengada-ada. Mereka beranggapan ajaran Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam masih kurang sempurna.

    KH. Ahmad Dahlan yang semasa kecilnya bernama Muhammad Darwis dilahirkan di Yogyakarta tahun 1968 atau 1969 dari ayah KH. Abu Bakar, Imam dan Khatib Masjid Besar Kauman, dan Ibu yang bernama Siti Aminah binti KH. Ibrahim penghulu besar di Yogyakarta. KH. Ahmad Dahlan kemudian mewarisi pekerjaan ayahnya menjadi khatib masjid besar di Kauman. Disinilah ia melihat praktek-praktek agama yang tidak memuaskan di kalangan abdi dalem Kraton, sehingga membangkitkan sikap kristisnya untuk memperbaiki keadaan.
    Persyarikatan Muhammadiyah didirikan oleh Dahlan pada mulanya bersifat lokal, tujuannya terbatas pada penyebaran agama di kalangan penduduk Yogyakarta. Pasal dua Anggaran Dasarnya yang asli berbunyi (dengan ejaan baru):
    Maka perhimpunan itu maksudnya :
    a.       Menyebarkan pengajaran Agama Kanjeng Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residentie Yogyakarta.
    b.       Memajukan hal Agama Islam kepada anggota-anggotanya.
    Berkat kepribadian dan kemampuan Dahlan memimpin organisasinya, maka dalam waktu singkat organisasi itu mengalami perkembangan pesat sehingga tidak lagi dibatasi pada residensi Yogyakarta, melainkan meluas ke seluruh Jawa dan menjelang tahun 1930 telah masuk ke pulau-pulau di luar Jawa.
    Misi utama yang dibawa oleh Muhammadiyah adalah pembaharuan (tajdid) pemahaman agama. Adapun yang dimaksudkan dengan pembaharuan oleh Muhammadiyah  ialah yang seperti yang dikemukakan M. Djindar Tamimy: Maksud dari kata-kata “tajdid” (bahasa Arab) yang artinya “pembaharuan” adalah mengenai dua segi, ialah dipandang dari pada/menurut sasarannya :
    Pertama    :   berarti pembaharuan dalam arti mengembalikan kepada keasliannya/kemurniannya, ialah bila tajdid itu sasarannya mengenai soal-soal prinsip perjuangan yang sifatnya tetap/tidak berubah-ubah.
    Kedua       :    berarti pembaharuan dalam arti modernisasi, ialah bila tajdid itu sasarannya mengenai masalah seperti: metode, sistem, teknik, strategi, taktik perjuangan, dan lain-lain yang sebangsa itu, yang sifatnya berubah-ubah, disesuaikan dengan situasi dan kondisi/ruang dan waktu.
    Tajdid dalam kedua artinya, itu sesungguhnya merupakan watak daripada ajaran Islam itu sendiri dalam perjuangannya.
    Dapat disimpulkan bahwa pembaharuan itu tidaklah selamanya berarti memodernkan, akan tetapi juga memurnikan, membersihkan yang bukan ajaran.
    Muhammadiyah adalah gerakan keagamaan yang bertujuan menegakkan agama Islam ditengah-tengah masyarakat, sehingga terwujud masyarakat Islam sebenar-benarnya.
    Islam sebagai agama terakhir, tidaklah memisahkan masalah rohani dan persoalan dunia, tetapi mencakup kedua segi ini. Sehingga Islam yang memancar ke dalam berbagai aspek kehidupan tetaplah merupakan satu kesatuan suatu keutuhan. Pembaharuan Islam sebagai satu kesatuan inilah yang ditampilkan Muhammadiyah itu sendiri. Sehingga dalam perkembangan sekarang ini Muhammadiyah menampakkan diri sebagai pengembangan dari pemikiran perluasan gerakan-gerakan yang dilahirkan oleh KH. Ahmad Dahlan sebagai karya amal shaleh.
    Usaha pembaharuan Muhammadiyah secara ringkas dapat dibagi ke dalam tiga bidang garapan, yaitu : bidang keagamaan, pendidikan, dan kemasyarakatan.
    Pembaharuan dalam bidang keagamaan ialah penemuan kembali ajaran atau prinsip dasar yang berlaku abadi, yang karena waktu, lingkungan situasi dan kondisi, mungkin menyebabkan dasar-dasar tersebut kurang jelas tampak dan tertutup oleh kebiasaan dan pemikiran tambahan lain.
    Di atas telah disebutkan bahwa yang dimaksud pembaharuan dalam bidang keagamaan adalah memurnikan kembali dan mengembalikan kepada keasliannya. Oleh karena itu dalam pelaksanaan agama baik menyangkut aqidah (keimanan) ataupun ritual (ibadah) haruslah sesuai dengan aslinya, yaitu sebagaimana diperintahkan oleh Allah dalam Al-Quran dan dituntunkan oleh Nabi Muhammad SAW, lewat sunah-sunahnya.
    Dalam masalah aqidah Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khufarat tanpa mengabaikan prinsip-prinsip toleransi menurut ajaran Islam, sedang dalam ibadah Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah tersebut sebagaimana yang dituntunkan Rasulullah SAW tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
    Dengan kembali kepada ajaran dasar ini yang populernya disebut pada Al-Qur’an dan Hadits, Muhammadiyah berusaha menghilangkan segala macam tambahan yang datang kemudian dalam agama. Memang di Indonesia keadaan ini terasa sekali, bahwa keadaan keagamaan yang nampak adalah serapan dari berbagai unsur kebudayaan yang ada.

    Di antara praktek-praktek dan kebiasaan yang bukan berasal dari agama Islam antara lain : pemujaan arwah nenek moyang, benda-benda keramat, berbagai macam upacara dan selamatan, seperti pada waktu-waktu tertentu pada waktu hamil, pada waktu puput pusar, khitanan, pernikahan, dan kematian. Upacara dan do’a yang diadakan pada hari ke-3, ke-5, ke-40, ke-100, ke-1000 setelah meninggal. Peristiwa penting yang berssfat sosial yang berhubungan dengan kepercayaan seperti kenduri/ slametan pada bulan Sya’ban dan Ruwah. Berziarah ke makam orang-orang suci dan minta dido’akan. Begitu pula orang sering kali meminta nasehat dan bantuannya kepada petugas agama di desa (seperti modin, rois, kaum) dalam hal-hal yang berhubungan dengan  takhayul, misal untuk menolak pengaruh penyakit, yang untuk itu biasanya mereka diberi/dibacakan do’a-do’a dalam bahasa Arab, yang di antara do’a tersebut tidak jarang bagian-bagian yang berbau Agama Hindu atau animisme dari zaman kuno, dan sebagainya.

    Terhadap tradisi dan kepercayaan di atas banyak orang Islam yang menganggap bahwa hal tersebut termasuk amalan-amalan keagamaan, atau setidak-tidaknya hal tersebut tidak bertentangan.
    Terhadap tradisi, adat kebiasaan dan berbagai macam kepercayaan di atas banyak kaum muslimin yang melakukannya tanpa reserve, bahkan mereka menganggap bahwa hal di atas termasuk keharusan menurut agama.
    Untuk itu Muhammadiyah berusaha meluruskan kembali dengan memberantas segala bentuk bid’ah dan khurafat sepeti bentuk di atas.
    Usaha Muhammadiyah untuk memurnikan keyakinan umat Islam Indonesia, ialah Muhammadiyah telah mengenalkan penelaahan kembali dan pengubahan drastis, jika diperlukan, menuju penafsiran yang benar terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Entri yang Diunggulkan

SEJARAH ISLAM DI TANAH JAWA

KETIKA WALI SONGO TERPECAH, KETIKA Pinda Pitre Yajna MENJADI TAHLILAN, KETIKA KH AHMAD DAHLAN MENDIRIKAN MUHAMADIAH Para ulama yang se...